TINJAUAN
KRITIS
TERHADAP
ASAS IDEOLOGI SOSIALISME DAN KAPITALISME
Oleh
: Muhammad Shiddiq Al Jawi
1.
Pendahuluan
Di tengah berbagai gejolak politik dan ekonomi praktis yang
terjadi dalam skala lokal dan global, pengkajian kritis terhadap ideologi sosialisme
dan kapitalisme tetaplah urgen bagi umat Islam. Terhadap sosialisme, mestilah
dinyatakan bahwa keruntuhan Uni Soviet awal dekade 90-an bukan berarti akhir
absolut dari sosialisme. Kematian sosialisme bukanlah kematian biologis seperti
kematian hewan yang mustahil hidup kembali. Sosialisme hanya mengalami kematian
ideologis. Secara demikian sosialisme memiliki daya potensial untuk hidup
kembali lagi ke muka bumi, selama masih ada individu atau kelompok yang
mengimani sosialisme serta mengupayakan implementasinya dalam praktik kehidupan
manusia. Karena itu, studi kritis atas sosialisme bukanlah hal yang tidak
kontekstual, melainkan justru urgen untuk memadamkan sisa-sisa api yang kini
masih menyala dalam reruntuhan dan puing sosialisme.
Terhadap
kapitalisme, studi kritis terhadapnya tentu lebih urgen lagi, sebab setelah
runtuhnya Uni Soviet, hegemoni ideologi kapitalisme semakin menguat dan
merajalela tanpa lawan yang berarti dalam panggung politik internasional. Di
sinilah muncul urgensitas studi kritis kapitalisme, sebab kapitalisme telah
mewabah dan mendominasi umat manusia di seluruh dunia dengan berbagai implikasi
buruknya. Karena itu, hancurnya kapitalisme bukan sekedar tantangan, melainkan
telah menjadi keniscayaan sejarah yang bebannya terpikul pada pundak umat Islam
dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari penindasan kapitalisme. Dan studi
kritis kapitalisme tak diragukan lagi merupakan langkah pertama dari sekian
upaya untuk menghancurkan ideologi tersebut. Dibandingkan dengan manuver ekonomi,
politik, dan militer untuk meruntuhkan sebuah negara penganut ideologi
tertentu, studi kritis terhadap suatu ideologi haruslah didahulukan, sebab
manuver-manuver tersebut hanyalah langkah cabang dari langkah pangkalnya, yaitu
kritik terhadap ideologi yang menjadi basis bagi segala praktik implementasinya
dalam segenap aspek kehidupan.
Bagi
umat Islam umumnya dan aktivis Islam khususnya, studi kritis ideologi-ideologi
asing ini menjadi satu sisi mata uang yang tak terpisah dengan sisi lainnya,
yaitu penanaman ideologi Islam ke dalam pikiran dan jiwa umat Islam. Sebab
upaya penanaman ideologi Islam tidak akan efektif kalau tak disertai dengan
upaya pencabutan ideologi-ideologi asing tersebut dari pikiran dan jiwa umat
Islam. Penanaman dan pencabutan adalah dua sejoli yang harus berjalan seiring,
tak dapat dipisahkan.
Makalah ini menjelaskan kritik terhadap ideologi sosialisme dan
kapitalisme, ditinjau dari segi asas yang mendasari masing-masing ideologi.
Metode yang digunakan adalah analisis komparasi terhadap asas-asas ideologi
sosialisme, kapitalisme, dan Islam, disertai kritik terhadap asas ideologi
sosialisme dan kapitalisme berdasarkan bukti rasional-faktual (dalil aqli)
dan bukti imani (dalil naqli).
2.
Pengertian Ideologi
Secara umum, ideologi (Arab : mabda`) menurut Muhammad
Muhammad. Ismail dalam Al Fikru Al Islami (1958), adalah "al
fikru al asasi tubna alaihi afkaar".
1
(pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun
pemikiran-pemikiran lain). Pemikiran mendasar ini merupakan pemikiran paling
asasi pada manusia, dalam arti tidak ada lagi pemikiran lain yang lebih dalam
atau lebih mendasar daripadanya. Pemikiran mendasar ini dapat disebut sebagai aqidah,
yang merupakan pemikiran menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan
kehidupan. Sedang pemikiran-pemikiran cabang yang dibangun di atas dasar aqidah
tadi, merupakan peraturan bagi kehidupan manusia (nizham) dalam segala
aspeknya seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Gambar
berikut menjelaskan pengertian ideologi secara umum.
Gb. 1. Bagan
Ideologi Dalam Pengertian Umum
Agar aqidah
tersebut dapat melahirkan aneka peraturan hidup, ia haruslah bersifat aqliah,
atau dapat dikaji dan diperoleh berdasarkan suatu proses berpikir. Bukan
diperoleh melalui jalan taklid tanpa melibatkan proses berpikir. Aqidah yang
semacam ini, disebut aqidah aqliah, yang di atasnya dapat dibangun
pemikiran-pemikiran cabang tentang kehidupan.
Karena
itu, dengan ungkapan yang lebih spesifik, ideologi dapat didefinisikan sebagai “aqidah
aqliyah yanbatsiqu ‘anha nizham” (aqidah akliyah yang melahirkan
nizham/peraturan kehidupan) (Taqiyyudin An Nabhani, 1953, Nizham Al Islam,
hlm. 22).
Gb.2. Bagan
Ideologi Dalam Pengertian Spesifik
Definisi
ideologi sebagai “aqidah akliyah yang melahirkan nizham” ini bersifat umum,
dalam arti dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti
kapitalisme dan sosialisme, dan dapat pula berlaku juga untuk Islam. Sebab
Islam mempunyai sebuah aqidah akliyah, yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai
EKONOM
POLITIK
PEMIKIRAN
PEMIKIRAN CABANG
DLL
PEMIKIRAN DASAR
NIZHAM
AQIDAH AQLIYAH
2
peraturan
hidup (nizham) yang sempuma, yaitu Syariat Islam.
Dari
sisi lain, ideologi tersusun dari fikrah (ideas, thoughts) dan thariqah
(method). Ideologi dari sisi ini ditinjau dari segi: Pertama,
konsep/pemikiran murni --yang semata-mata merupakan penjelasan konseptual tanpa
disertai bagaimana metode menerapkan konsep itu dalam kenyataan— dan Kedua,
metodologi yang menjelaskan bagaimana pemikiran/konsep itu diterapkan secara
praktis. Tinjauan ideologi sebagai kesatuan fikrah-thariqah ini dimaksudkan
untuk menerangkan bahwa thariqah adalah suatu keharusan agar fikrah dapat
terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan bahwa fikrah dan thariqah
suatu ideologi adalah unik. Artinya, setiap ada fikrah dalam sebuah ideologi,
pasti ada thariqah yang khas untuk menerapkan fikrah tersebut, yang berasal
dari ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain.
Fikrah
merupakan sekumpulan konsep/pemikiran yang terdiri dari aqidah dan solusi
terhadap masalah manusia. Sedang thariqah –yang merupakan metodologi penerapan
ideologi secara operasional-praktis— terdiri dari penjelasan cara solusi
masalah, cara penyebarluasan ideologi, dan cara pemeliharan aqidah. Jadi,
ideologi ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari fikrah dan thariqah,
sebagai satu kesatuan. (Taqiyyudin An Nabhani, 1953, Nizham Al Islam,
hlm. 22-23).
Gb. 3. Ideologi
Tersusun Dari Fikrah dan Thariqah
3. Pengertian
Aqidah
Karena makalah
ini meninjau ideologi dari segi asas, maka akan diperdalam mengenai apa yang
dimaksud dengan aqidah yang menjadi asas sebuah ideologi.
Dalam
kamus Al Muhith karya Al Fairuz Abadi, seperti dikutip Muhammad Husain
Abdullah (1990) dalam Dirasat fi Al Fikr Al Islami, aqidah secara bahasa
berasal dari fi’il madhi ‘aqada, yang bermakna syadda (menguatkan
atau mengikatkan). Maka dari itu, kata ‘aqada dapat digunakan untuk
menunjukkan berbagai makna yang intinya mengandung makna ikatan atau penguatan,
misalnya ‘aqdu al habl (mengikatkan tali), ‘aqdu al bai’ (mengadakan
aqad (“ikatan”) jual-beli), ‘aqd al ‘ahdi (mengadakan aqad (“ikatan”)
perjanjian) dan sebagainya (Muhammad Husain Abdullah, 1990).
Masih
secara bahasa, aqidah dapat pula bermakna ma in’aqada ‘alaihi al qalbu,
yaitu sesuatu yang hati itu terikat padanya (Muhammad Husain Abdullah, 1990).
Adapun pengertian in’aqada adalah jazama bihi (hati itu
memastikannya) atau shaddaqahu yaqiniyan (hati itu membenarkannya secara
yakin/pasti) (Taqiyuddin An Nabhani, 1994, Syakhshiyyah Al Islamiyah,
Juz I, hlm. 191).
CARA
PEMELIHARAAN AQIDAH
THARIQAH
CARAPENYEBARANIDEOLOGI
NIZHAM
PENJELASANCARASOLUSIMASALAH
SOLUSIMASALAH
FIKRAH
AQIDAH
3
Dengan
demikian, menurut bahasa, apa yang disebut aqidah itu adalah segala sesuatu
pemikiran yang dibenarkan secara pasti oleh hati sedemikian rupa, sehingga hati
itu kemudian terikat kepadanya dan memberi pengaruh nyata pada manusia.
(Taqiyuddin An Nabhani, 1994). Pemikiran yang demikian haruslah berupa
pemikiran yang mendasar, atau pemikiran yang tercabang dari pemikiran mendasar.
Pemikiran seperti inilah yang mempunyai pengaruh nyata pada seorang manusia.
Misalnya pemikiran tentang adanya Hari Kiamat, surga, neraka, dan sebagainya.
Pemikiran seperti ini mempunyai pengaruh nyata dalam kehidupan manusia. Orang
yang beriman pada Hari Kiamat, misalnya, akan berhati-hati dalam hidupnya,
tidak hidup liar dan seenaknya, karena dia yakin bahwa suatu saat kelak semua
perbuatannya harus dipertanggungjawabkan pada Hari Kiamat. Sedangkan
pemikiran-pemikiran yang tidak mendasar, dengan demikian, tidak disebut dengan
aqidah, karena terikatnya hati dengan pemikiran-pemikiran seperti itu tidak
memberikan dampak nyata terhadap manusia. Misalnya pemikiran bahwa bumi itu
bulat, atau bahwa matahari pusat tatasurnya, dan sebagainya, bukanlah aqidah.
Karena terikatnya hati dengan hal-hal tersebut tidak membawa dampak yang nyata
terhadap keyakinan atau perilaku manusia.
Pengertian
aqidah secara bahasa ini menjadi dasar perumusan pengertian aqidah secara
istilah. Jika aqidah merupakan pemikiran-pemikiran mendasar yang hati itu
terikat kepadanya (membenarkannya secara pasti), maka pertanyaan yang muncul
adalah, pemikiran apakah yang merupakan pemikiran mendasar itu ?
Dari sinilah
muncul definisi aqidah secara istilah, yang dalam perumusannya terkandung
pemikiran-pemikiran paling mendasar yang tidak ada pemikiran lain yang lebih
mendasar lagi. Di atas pemikiran mendasar itulah dibangun pemikiran-pemikiran
cabang yang berkenaan dengan kehidupan secara praktis, seperti sistem ekonomi,
politik, dan sebagainya. Pemikiran-pemikiran ini adalah pemikiran menyeluruh
tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan serta pemikiran-pemikiran lain
yang berhubungan dengannya.
Karena
itu, secara istilah, aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam
semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan
dunia dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa
yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia. (Muhammad
Husain Abdullah, 1990). Definisi ini adalah definisi umum yang dapat berlaku
untuk semua pemikiran mendasar atau aqidah. Ia dapat berlaku untuk aqidah
ideologi kapitalisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, atau aqidah
ideologi sosialisme, yaitu materialisme, dan berlaku pula untuk Aqidah
Islamiyah.
Definisi aqidah
ini bila diurai secara rinci, mengandung 4 (empat) poin pemikiran :
Pertama,
aqidah membahas tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan. Dasar pembahasan
tiga unsur ini berasal dari kenyataan bahwa manusia itu hidup di alam semesta (al
insan yahya fi al kaun). Karena itu, aqidah harus menjelaskan hakikat
manusia sebagai subjek (pelaku) kehidupan. Aqidah harus pula menjelaskan
hakikat kehidupan, yang dengan adanya kehidupan itu dalam diri manusia, dia
dapat beraktivitas dalam segala macam bentuknya. Yang dimaksud kehidupan di
sini adalah sesuatu yang terdapat pada makhluk hidup dengan berbagai
tanda-tanda kehidupan yang ada padanya, misalnya pertumbuhan, gerak, kebutuhan
akan makanan, peka terhadap rangsang, dan sebagainya. Aqidah harus pula
menjelaskan alam semesta, karena alam semesta merupakan tempat manusia hidup.
Dalam poin
pertama ini, aqidah menjelaskan hakikat tiga unsur ini berkaitan keberadaan ketiganya
dalam kehidupan dunia. Apakah tiga unsur itu makhluk
4
(diciptakan)
ataukah azali ? Khusus untuk manusia, poin pertama ini menjawab pertanyaan
untuk apa manusia itu menjalani kehidupan dunia ?
Kedua,
aqidah
membahas tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia. Maksudnya, aqidah harus
menjelaskan sesuatu yang ada sebelum manusia hadir dalam kehidupan dunia.
Dengan ungkapan lain, poin kedua ini menjawab pertanyaan, dari mana manusia
berasal ? Apakah dia ada dengan sendirinya atau ada yang menciptakannya ?
Ketiga,
aqidah membahas tentang apa yang ada sesudah kehidupan dunia. Maksudnya, aqidah
harus menjelaskan sesuatu yang ada setelah manusia mati atau meninggalkan
kehidupan dunia. Dengan ungkapan lain, poin ketiga ini menjawab pertanyaan, ke
mana manusia menuju setelah kematian ? Apakah akan berakhir begitu saja ataukah
akan ada pertanggung jawaban ?
Keempat,
aqidah membahas hubungan yang ada antara kehidupan dunia (yang di dalamnya ada
unsur manusia, alam semesta, dan kehidupan), dengan apa yang ada sebelum
kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia. Hubungan apakah yang ada antara
apa yang ada sebelum kehidupan dunia dengan kehidupan dunia ? Hubungan apakah
yang ada antara kehidupan dunia sekarang dengan apa yang sesudah kehidupan
dunia ? Pertanyaan–pertanyaan inilah yang dijawab dalam poin keempat ini.
Berikut bagan tentang empat pertanyaan tersebut.
SEBELUM KEHIDUPAN DUNIA
|
KEHIDUPAN DUNIA
|
SESUDAH KEHIDUPAN DUNIA
|
• MANUSIA?
• KEHIDUPAN?
• ALAM
SMESTA?
|
Kapitalisme
Disklaimer: 1) Catatan ini adalah bahan pengantar diskusi. Ia
tidak bermaksud ilmiah, dan karenanya
tidak didasari oleh riset mendalam dan metodologi teruji. Ia tak
lebih dari sebuah upaya mengumpulkan
berbagai sudut pandang dan lalu mencari benang merahnya. Untuk
informasi yang lebih dapat diandalkan,
silakan mengacu kepada catatan-catatan kaki. 2) Catatan ini tidak
bisa menghindari domain sosial dan
politik; karenanya akan lebih bagus jika kawan-kawan melakukan cross-check dengan ahli sosial dan
politik. 3) Akan sangat bermanfaat jika bertitik tolak dengan
framework ini, kita bisa bersama-sama
mendiskusikan di mana kira-kira kita tempatkan Islam, minimal
ekonomi Islam dalam konstelasi
pemikiran-pemikiran di bawah.
Etimologi kapital(isme)
Kapital berasal dari kata Latin caput yang
berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas,
misalnya dalam istilah “pendapatan per kapita” – pendapatan per
kepala. Juga masih
konsisten, ketika dipakai untuk, misalnya capital city – kota utama. Apa hubungannya
dengan “capital” yang lain – yang sering kita terjemahkan
sebagai “modal”? Konon
kekayaan penduduk Romawi kuno diukur oleh berapa kepala hewan ternak yang ia
miliki.1 Semakin banyak caput-nya,
semakin sejahtera. Tidak mengherankan, jika
kemudian mereka “mengumpulkan” sebanyak-banyaknya caput.
Sekarang jelas sudah,
mengapa kita menterjemahkan capital
sebagai “modal”.
Lantas, kita tahu bahwa ism
mengacu kepada “paham”, “ideologi”: cara
pandang atau
cara hidup yang diterima oleh sekelompok luas masyarakat dan karenanya
menjadi
konvensi. Sebenarnya mudah saja mengartikan “kapitalisme”, setelah
kita setuju bahwa
“kapital” adalah “modal”. Kapitalisme adalah modal-isme: paham
yang berdasarkan
modal. Beberapa sumber sering mengatakan bahwa kapitalisme sebagai
ideologi harus
dibedakan dengan kapitalisme sebagai fenomena. Yang pertama mengacu kepada
kepemilikan pribadi atas barang modal dan yang kedua lebih kepada
kerangka filosofis
yang mendukung sistem tersebut. Menurut saya, dikotomi ini tidak
jelas. Dan,
sebagaimana yang kita bicarakan di bawah, kapitalisme sebagai
ideologi dan sebagai
fenomena sukar dipisahkan.
Posisi kapitalisme (awas:
ini sekedar sugesti).2
Negara Individu
Sosialisme
Komunisme
Merkantilisme
Fasisme
Libertarianisme
Konservatisme
Objektivisme
Kapitalisme
Otoritarian/Fasisme
Mao, Castro,
Lenin, Stalin,
Arafat, Marx
Machiavelli,
Hitler, Mussolini
Hobbes
Sosialisme,
Komunisme,
Kiri
Gandhi, Mandela,
Dalai Lama,
Galbraith 3
Mises, Hayek,
Rand, Friedman
Kapitalisme,
Kanan
Libertarianisme
G
Populis
Konservatif
Liberal
Libertarian
Istilah “kiri” dan “kanan” sendiri sering membingungkan. Pada
awalnya, kira-kira jaman
revolusi Perancis, “kiri” berarti mereka yang memperjuangkan
kepentingan kapitalis atau
borjuis di dalam parlemen Perancis. Sekarang, “kiri” justru
berarti “sosialis” sementara
“kanan” adalah “kapitalis”. Ini pun tidak jelas batasannya.
Kerancuan ini diperparah oleh
media massa. Di Indonesia sendiri, kita mengasosiasikan paham
“komunisme” sebagai
“kiri”, tapi tidak punya “kanan” – kecuali bahwa sebagian
mengasosiasikannya dengan
“agamis”, sesuatu yang kemudian banyak “ketidakcocokannya” dengan
“kapitalisme”.
Untuk tujuan praktis, mungkin perlu juga mengetahui “trend” arti
istilah-istilah itu
dewasa ini. Pada umumnya, KIRI berarti: egalitarian, demokratik,
intervensionis, sekular,
pro-perubahan, pro kelas bawah, pro hak-hak kaum gay, pro aborsi,
demam posmo, dan
antiglobalisasi. Sementara KANAN diasosiasikan dengan pasar bebas,
anti aborsi, nonsekular,
liberti, anti penggunaan obat addiktif, pro kelas mapan, pro
globalisasi, pro status
quo.
Diskursus kapitalisme (sekaligus “hubungannya” dengan sosialisme)
Ada sangat banyak definisi formal tentang kapitalisme. Salah
satunya mengatakan bahwa
kapitalisme adalah sistem ekonomi dimana barang dan jasa
diperjualbelikan di pasar dan
barang modal adalah milik entitas-entitas non-negara dari unit
terkecil hingga global.
Milton Friedman, salah seorang proponen utama kapitalisme moderen
, merumuskan 3
faktor utama sistem kapitalisme: pasar bebas, kebebasan
individual, dan demokrasi.4
Marx meramalkan bahwa kapitalisme akan hancur melalui revolusi
proletar. Revolusi ini
dipicu oleh frustrasi kelas pekerja akibat ekploitasi oleh kelas
kapitalis. Mereka (para
pekerja) diperlakukan hanya sebagai komoditas (“commodoty
fetishism”). Kapitalis
menghisap rente yang berasal dari selisih antara upah pekerja
dengan harga jual barang
(“surplus value”). Hancurnya kapitalisme akan melahirkan
masyarakat sosialis, dimana
kepentingan bersama selalu diletakkan di atas kepentingan pribadi,
dan “from each
according to his ability to each according to his needs”.5 Tahap
matang dari sosialisme
adalah komunisme, di mana masyarakat tidak lagi mengenal kelas.
Hak pribadi lebur
menjadi hak komunal. Semua sama, dan pemerintah mengatur
segalanya.6 Jadi,
sosialisme/komunisme, menurut Marx, adalah konsekuensi logis dari
kapitalisme.
Ternyata, sampai saat ini diktum Marx tidak terbukti. Yang terjadi
justru sebaliknya:
kapitalisme semakin berkembang.
Ada satu faktor lain selain sosialisme dan kapitalisme yang selalu
menyertai: demokrasi.
Triumvirat ini pertama kali dipopulerkan oleh Schumpeter.7 Sama
dengan Marx,
Schumpeter juga meramalkan keberhasilan sosialisme dan kejatuhan
kapitalisme. Lebih
jauh, Schumpeter berargumen bahwa demokrasi bisa tumbuh lebih
subur dalam
masyarakat sosialisme ketimbang masyarakat kapitalisme. Sekalipun
begitu, Schumpeter
mengatakan bahwa kapitalisme dan demokrasi mempunyai hubungan
mutual. Kejatuhan
kapitalisme lebih merupakan proses alami (“creative destruction”)
menuju sosialisme, di
mana kemudian demokrasi lebih berkembang lagi. Ketika Schumpeter
menulis buku itu,
kondisi ekonomi-politik di negara komunis, seperti Uni Soviet
sedang jelek-jeleknya dan
sungguh jauh dari demokrasi. Tapi Schumpeter mengatakan bahwa
kondisi Uni Soviet
tidak boleh dijadikan patokan akan masa depan sosialisme, karena
banyak hal yang
dilakukan para czar Rusia di Uni Soviet tidak konsisten dengan
prinsip-prinsip sosialisme
dan komunisme. Juga, seperti ramalan Marx, tesis Schumpeter belum
terbukti.8 Yang
terjadi – paling tidak seperti yang diklaim oleh banyak penganut
kapitalisme – demokrasi
justru identik dengan kapitalisme.
“Identik” tentu bukan istilah yang memuaskan. Sepintas lalu, kita
paham bahwa
kapitalisme tidak sama dengan demokrasi. “Identik” di sini
seharusnya bukan tanda sama
dengan, tapi harus dijelaskan hubungan sebab-akibatnya. Robert
Dahl menjadikan tema
ini sebagai fokus dalam bukunya, “Democracy and Its Critics”
(1989). Manurut Dahl,
kapitalisme adalah syarat perlu (necessary condition) dari
demokrasi, sekalipun bukan
syarat cukup (sufficent condition).9 Hal yang
sama dikatakan oleh Peter Berger dalam
“Capitalist Revolution” (1986).10
Seperti disebutkan di atas, salah satu ciri utama kapitalisme
adalah kebebasan individual.
Oleh Friedman kebebasan ini dijabarkan menjadi “kebebasan ekonomi”
dan “kebebasan
politik”. Menurutnya, kebebasan ekonomi adalah syarat mutlak
kebebasan politik.
Argumen Friedman ini sejalan dengan pendapat ekonom-ekonom Austria
seperti von
Mises, Hayek, dan Simons. Akan tetapi, ia berbeda dengan pendapat
ekonom klasik
Jeremy Bentham. Menurut Bentham, kausalitasnya justru sebaliknya:
kebebasan politik
adalah syarat menuju kebebasan ekonomi. Menurut Friedman dan
mazhab Austria, jika
kausalitas itu berjalan a la Bentham, produknya adalah
kolektivisme. Ketika kebebasan
politik tercapai, pemerintah berusaha “mengatur” sistem ekonomi
agar dapat mencapai
kebebasan ekonomi. Namun, menurut mereka, ini adalah kontradiksi,
karena ia akan
menjurus kepada pemusatan kekuatan, secara sadar ataupun tidak.
Akhirnya, yang terjadi
adalah ekploitasi, dan lantas menuju, apa yang disebut Hayek
sebagai “road to serfdom”:
jalan (kembali) ke penindasan.11
Untuk mendukung argumennya, Friedman
menyebutkan
contoh di mana sistem ekonomi kapitalis berkembang dalam sistem
pemerintahan yang
non-demoratis: fasis Italia, Spanyol, Jerman, Jepang, dan Rusia
sebelum PD II. Lebih
tegas lagi, Friedman mengatakan, hanya ada dua pilihan dalam
mengorganisir aktivitas
ekonomi: sistem totaliter yang koersif atau sistem pasar yang
sukarela. Yang terakhir ini
dicirikan oleh “private enterprises” dan “strictly voluntary
exchanges”.12
“Sayang”-nya, banyak ekonom yang menyalahartikan kalimat Friedman
di atas.
Beberapa ekonom pasar radikal kanan bahkan mengharamkan sama
sekali peran negara
dalam perekonomian.13 Padalah, Friedman telah menyatakan bahwa
eksistensi pasar
bebas bukan berarti peran pemerintah sama sekali ditiadakan.
Pemerintah tetap
dibutuhkan, namun dalam wilayah yang sangat dibatasi. Menurut
Friedman, pemerintah
diperlukan untuk menetapkan “rules of the game” dan untuk menjamin
pelaksanaan
aturan-aturan tersebut. Pasar yang efisien dengan sendirinya akan
mengurangi peranperan
pemerintah yang tidak perlu.
1 Etimologi
lengkap dengan folklor macam begini, kalau tertarik, sila dicari di setiap
ensiklopedi. Yang
klasik, mungkin, Encyclopaedia Britannica. Favorit saya sekarang
adalah Wikipedia. Dan tentu jangan
lupa: Google!
2 Tentang
spektrum politik, sosial, dan ekonomi, silakan mengacu ke buku-buku teks
tentang sejarah
paham-paham. Untuk potong kompas dan sekedar tahu, silakan
di-Google dengan kata kunci “political
compass”, atau “Nolan chart”, atau yang lebih kompleks lagi:
“Vosem chart”.
3 Kita bisa
masukkan di quadran ini beberapa contoh sekarang: Zinn, Franken, Stiglitz,
Moore, Klein,
Chomsky, Nader, Palast, Ali, dan Krugman.
Kebebasan sosial politik
Kebebasan
ekonomi
4 Friedman,
“Capitalism and Freedom”, 1965.
5 Konstitusi
USSR, asalnya dari Marx (“Communist Manifesto”, 1848).
6 Untuk
prinsip-prinsip komunisme dan sosialisme, baca buku-buku Marx. Yang paling
populer adalah Das
Kapital (1867). Salah satu bagiannya adalah “theory of surplus
value”. Tentang “commodity fetishism”,
lihat Marx, “Economic and Philosophical Manuscript” (1844). Yang
lebih sarat ideologi komunis adalah
“Communist Manifesto” (1848) yang ditulis Marx bersama Engels.
7 Joseph
Schumpeter, “Capitalism, Socialism, and Democracy”, 1942.
8 Lihat mis.
Gabriel Almond, “Capitalism and Democracy” dalam jurnal PS: Political Science
and
Democracy, 1991. Almond dengan sengaja meniru judul Schumpeter,
tetapi tanpa “socialism”.
9 Paralelnya,
menurut Dahl, sistem perencanaan terpusat adalah “syarat perlu” rejim otoriter,
tapi bukan
“syarat cukup”-nya.
10 Berger
mengatakan, dalam sistem kapitalis, jika kontrol dari negara terhadap
perekonomian besar,
demokrasi tidak akan berhasil. Sebaliknya, dalam sistem sosialis,
jika pasar dibiarkan bebas, demokrasi
akan tumbuh. Lihat diskusi di Almond, op cit.
11 Friedrich
A. Hayek, “The Road to Serfdom”, 1944.
12 Friedman,
op cit.
13 Kelompok
ini salah satunya dikenal sebagai “anarcho-liberal”. Salah satu tokohnya (atau
sumber yang
suka
mereka pakai) adalah David Friedman, anak Milton Friedman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar