Minggu, 22 Juli 2012

Wawasan Sosial


TINJAUAN KRITIS
TERHADAP ASAS IDEOLOGI SOSIALISME DAN KAPITALISME
Oleh : Muhammad Shiddiq Al Jawi
1. Pendahuluan
Di tengah berbagai gejolak politik dan ekonomi praktis yang terjadi dalam skala lokal dan global, pengkajian kritis terhadap ideologi sosialisme dan kapitalisme tetaplah urgen bagi umat Islam. Terhadap sosialisme, mestilah dinyatakan bahwa keruntuhan Uni Soviet awal dekade 90-an bukan berarti akhir absolut dari sosialisme. Kematian sosialisme bukanlah kematian biologis seperti kematian hewan yang mustahil hidup kembali. Sosialisme hanya mengalami kematian ideologis. Secara demikian sosialisme memiliki daya potensial untuk hidup kembali lagi ke muka bumi, selama masih ada individu atau kelompok yang mengimani sosialisme serta mengupayakan implementasinya dalam praktik kehidupan manusia. Karena itu, studi kritis atas sosialisme bukanlah hal yang tidak kontekstual, melainkan justru urgen untuk memadamkan sisa-sisa api yang kini masih menyala dalam reruntuhan dan puing sosialisme.
Terhadap kapitalisme, studi kritis terhadapnya tentu lebih urgen lagi, sebab setelah runtuhnya Uni Soviet, hegemoni ideologi kapitalisme semakin menguat dan merajalela tanpa lawan yang berarti dalam panggung politik internasional. Di sinilah muncul urgensitas studi kritis kapitalisme, sebab kapitalisme telah mewabah dan mendominasi umat manusia di seluruh dunia dengan berbagai implikasi buruknya. Karena itu, hancurnya kapitalisme bukan sekedar tantangan, melainkan telah menjadi keniscayaan sejarah yang bebannya terpikul pada pundak umat Islam dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari penindasan kapitalisme. Dan studi kritis kapitalisme tak diragukan lagi merupakan langkah pertama dari sekian upaya untuk menghancurkan ideologi tersebut. Dibandingkan dengan manuver ekonomi, politik, dan militer untuk meruntuhkan sebuah negara penganut ideologi tertentu, studi kritis terhadap suatu ideologi haruslah didahulukan, sebab manuver-manuver tersebut hanyalah langkah cabang dari langkah pangkalnya, yaitu kritik terhadap ideologi yang menjadi basis bagi segala praktik implementasinya dalam segenap aspek kehidupan.
Bagi umat Islam umumnya dan aktivis Islam khususnya, studi kritis ideologi-ideologi asing ini menjadi satu sisi mata uang yang tak terpisah dengan sisi lainnya, yaitu penanaman ideologi Islam ke dalam pikiran dan jiwa umat Islam. Sebab upaya penanaman ideologi Islam tidak akan efektif kalau tak disertai dengan upaya pencabutan ideologi-ideologi asing tersebut dari pikiran dan jiwa umat Islam. Penanaman dan pencabutan adalah dua sejoli yang harus berjalan seiring, tak dapat dipisahkan.
Makalah ini menjelaskan kritik terhadap ideologi sosialisme dan kapitalisme, ditinjau dari segi asas yang mendasari masing-masing ideologi. Metode yang digunakan adalah analisis komparasi terhadap asas-asas ideologi sosialisme, kapitalisme, dan Islam, disertai kritik terhadap asas ideologi sosialisme dan kapitalisme berdasarkan bukti rasional-faktual (dalil aqli) dan bukti imani (dalil naqli).
2. Pengertian Ideologi
Secara umum, ideologi (Arab : mabda`) menurut Muhammad Muhammad. Ismail dalam Al Fikru Al Islami (1958), adalah "al fikru al asasi tubna alaihi afkaar".
1
(pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lain). Pemikiran mendasar ini merupakan pemikiran paling asasi pada manusia, dalam arti tidak ada lagi pemikiran lain yang lebih dalam atau lebih mendasar daripadanya. Pemikiran mendasar ini dapat disebut sebagai aqidah, yang merupakan pemikiran menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan. Sedang pemikiran-pemikiran cabang yang dibangun di atas dasar aqidah tadi, merupakan peraturan bagi kehidupan manusia (nizham) dalam segala aspeknya seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Gambar berikut menjelaskan pengertian ideologi secara umum.
Gb. 1. Bagan Ideologi Dalam Pengertian Umum
Agar aqidah tersebut dapat melahirkan aneka peraturan hidup, ia haruslah bersifat aqliah, atau dapat dikaji dan diperoleh berdasarkan suatu proses berpikir. Bukan diperoleh melalui jalan taklid tanpa melibatkan proses berpikir. Aqidah yang semacam ini, disebut aqidah aqliah, yang di atasnya dapat dibangun pemikiran-pemikiran cabang tentang kehidupan.
Karena itu, dengan ungkapan yang lebih spesifik, ideologi dapat didefinisikan sebagai “aqidah aqliyah yanbatsiqu ‘anha nizham” (aqidah akliyah yang melahirkan nizham/peraturan kehidupan) (Taqiyyudin An Nabhani, 1953, Nizham Al Islam, hlm. 22).
Gb.2. Bagan Ideologi Dalam Pengertian Spesifik
Definisi ideologi sebagai “aqidah akliyah yang melahirkan nizham” ini bersifat umum, dalam arti dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti kapitalisme dan sosialisme, dan dapat pula berlaku juga untuk Islam. Sebab Islam mempunyai sebuah aqidah akliyah, yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai

EKONOM

POLITIK

PEMIKIRAN PEMIKIRAN CABANG

DLL

PEMIKIRAN DASAR

NIZHAM

AQIDAH AQLIYAH
2
peraturan hidup (nizham) yang sempuma, yaitu Syariat Islam.
Dari sisi lain, ideologi tersusun dari fikrah (ideas, thoughts) dan thariqah (method). Ideologi dari sisi ini ditinjau dari segi: Pertama, konsep/pemikiran murni --yang semata-mata merupakan penjelasan konseptual tanpa disertai bagaimana metode menerapkan konsep itu dalam kenyataan— dan Kedua, metodologi yang menjelaskan bagaimana pemikiran/konsep itu diterapkan secara praktis. Tinjauan ideologi sebagai kesatuan fikrah-thariqah ini dimaksudkan untuk menerangkan bahwa thariqah adalah suatu keharusan agar fikrah dapat terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan bahwa fikrah dan thariqah suatu ideologi adalah unik. Artinya, setiap ada fikrah dalam sebuah ideologi, pasti ada thariqah yang khas untuk menerapkan fikrah tersebut, yang berasal dari ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain.
Fikrah merupakan sekumpulan konsep/pemikiran yang terdiri dari aqidah dan solusi terhadap masalah manusia. Sedang thariqah –yang merupakan metodologi penerapan ideologi secara operasional-praktis— terdiri dari penjelasan cara solusi masalah, cara penyebarluasan ideologi, dan cara pemeliharan aqidah. Jadi, ideologi ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari fikrah dan thariqah, sebagai satu kesatuan. (Taqiyyudin An Nabhani, 1953, Nizham Al Islam, hlm. 22-23).
Gb. 3. Ideologi Tersusun Dari Fikrah dan Thariqah
3. Pengertian Aqidah
Karena makalah ini meninjau ideologi dari segi asas, maka akan diperdalam mengenai apa yang dimaksud dengan aqidah yang menjadi asas sebuah ideologi.
Dalam kamus Al Muhith karya Al Fairuz Abadi, seperti dikutip Muhammad Husain Abdullah (1990) dalam Dirasat fi Al Fikr Al Islami, aqidah secara bahasa berasal dari fi’il madhi ‘aqada, yang bermakna syadda (menguatkan atau mengikatkan). Maka dari itu, kata ‘aqada dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai makna yang intinya mengandung makna ikatan atau penguatan, misalnya ‘aqdu al habl (mengikatkan tali), ‘aqdu al bai’ (mengadakan aqad (“ikatan”) jual-beli), ‘aqd al ‘ahdi (mengadakan aqad (“ikatan”) perjanjian) dan sebagainya (Muhammad Husain Abdullah, 1990).
Masih secara bahasa, aqidah dapat pula bermakna ma in’aqada ‘alaihi al qalbu, yaitu sesuatu yang hati itu terikat padanya (Muhammad Husain Abdullah, 1990). Adapun pengertian in’aqada adalah jazama bihi (hati itu memastikannya) atau shaddaqahu yaqiniyan (hati itu membenarkannya secara yakin/pasti) (Taqiyuddin An Nabhani, 1994, Syakhshiyyah Al Islamiyah, Juz I, hlm. 191).

CARA PEMELIHARAAN AQIDAH

THARIQAH

CARAPENYEBARANIDEOLOGI

NIZHAM

PENJELASANCARASOLUSIMASALAH

SOLUSIMASALAH

FIKRAH

AQIDAH
3
Dengan demikian, menurut bahasa, apa yang disebut aqidah itu adalah segala sesuatu pemikiran yang dibenarkan secara pasti oleh hati sedemikian rupa, sehingga hati itu kemudian terikat kepadanya dan memberi pengaruh nyata pada manusia. (Taqiyuddin An Nabhani, 1994). Pemikiran yang demikian haruslah berupa pemikiran yang mendasar, atau pemikiran yang tercabang dari pemikiran mendasar. Pemikiran seperti inilah yang mempunyai pengaruh nyata pada seorang manusia. Misalnya pemikiran tentang adanya Hari Kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Pemikiran seperti ini mempunyai pengaruh nyata dalam kehidupan manusia. Orang yang beriman pada Hari Kiamat, misalnya, akan berhati-hati dalam hidupnya, tidak hidup liar dan seenaknya, karena dia yakin bahwa suatu saat kelak semua perbuatannya harus dipertanggungjawabkan pada Hari Kiamat. Sedangkan pemikiran-pemikiran yang tidak mendasar, dengan demikian, tidak disebut dengan aqidah, karena terikatnya hati dengan pemikiran-pemikiran seperti itu tidak memberikan dampak nyata terhadap manusia. Misalnya pemikiran bahwa bumi itu bulat, atau bahwa matahari pusat tatasurnya, dan sebagainya, bukanlah aqidah. Karena terikatnya hati dengan hal-hal tersebut tidak membawa dampak yang nyata terhadap keyakinan atau perilaku manusia.
Pengertian aqidah secara bahasa ini menjadi dasar perumusan pengertian aqidah secara istilah. Jika aqidah merupakan pemikiran-pemikiran mendasar yang hati itu terikat kepadanya (membenarkannya secara pasti), maka pertanyaan yang muncul adalah, pemikiran apakah yang merupakan pemikiran mendasar itu ?
Dari sinilah muncul definisi aqidah secara istilah, yang dalam perumusannya terkandung pemikiran-pemikiran paling mendasar yang tidak ada pemikiran lain yang lebih mendasar lagi. Di atas pemikiran mendasar itulah dibangun pemikiran-pemikiran cabang yang berkenaan dengan kehidupan secara praktis, seperti sistem ekonomi, politik, dan sebagainya. Pemikiran-pemikiran ini adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan serta pemikiran-pemikiran lain yang berhubungan dengannya.
Karena itu, secara istilah, aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia. (Muhammad Husain Abdullah, 1990). Definisi ini adalah definisi umum yang dapat berlaku untuk semua pemikiran mendasar atau aqidah. Ia dapat berlaku untuk aqidah ideologi kapitalisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, atau aqidah ideologi sosialisme, yaitu materialisme, dan berlaku pula untuk Aqidah Islamiyah.
Definisi aqidah ini bila diurai secara rinci, mengandung 4 (empat) poin pemikiran :
Pertama, aqidah membahas tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan. Dasar pembahasan tiga unsur ini berasal dari kenyataan bahwa manusia itu hidup di alam semesta (al insan yahya fi al kaun). Karena itu, aqidah harus menjelaskan hakikat manusia sebagai subjek (pelaku) kehidupan. Aqidah harus pula menjelaskan hakikat kehidupan, yang dengan adanya kehidupan itu dalam diri manusia, dia dapat beraktivitas dalam segala macam bentuknya. Yang dimaksud kehidupan di sini adalah sesuatu yang terdapat pada makhluk hidup dengan berbagai tanda-tanda kehidupan yang ada padanya, misalnya pertumbuhan, gerak, kebutuhan akan makanan, peka terhadap rangsang, dan sebagainya. Aqidah harus pula menjelaskan alam semesta, karena alam semesta merupakan tempat manusia hidup.
Dalam poin pertama ini, aqidah menjelaskan hakikat tiga unsur ini berkaitan keberadaan ketiganya dalam kehidupan dunia. Apakah tiga unsur itu makhluk
4
(diciptakan) ataukah azali ? Khusus untuk manusia, poin pertama ini menjawab pertanyaan untuk apa manusia itu menjalani kehidupan dunia ?
Kedua, aqidah membahas tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia. Maksudnya, aqidah harus menjelaskan sesuatu yang ada sebelum manusia hadir dalam kehidupan dunia. Dengan ungkapan lain, poin kedua ini menjawab pertanyaan, dari mana manusia berasal ? Apakah dia ada dengan sendirinya atau ada yang menciptakannya ?
Ketiga, aqidah membahas tentang apa yang ada sesudah kehidupan dunia. Maksudnya, aqidah harus menjelaskan sesuatu yang ada setelah manusia mati atau meninggalkan kehidupan dunia. Dengan ungkapan lain, poin ketiga ini menjawab pertanyaan, ke mana manusia menuju setelah kematian ? Apakah akan berakhir begitu saja ataukah akan ada pertanggung jawaban ?
Keempat, aqidah membahas hubungan yang ada antara kehidupan dunia (yang di dalamnya ada unsur manusia, alam semesta, dan kehidupan), dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia. Hubungan apakah yang ada antara apa yang ada sebelum kehidupan dunia dengan kehidupan dunia ? Hubungan apakah yang ada antara kehidupan dunia sekarang dengan apa yang sesudah kehidupan dunia ? Pertanyaan–pertanyaan inilah yang dijawab dalam poin keempat ini. Berikut bagan tentang empat pertanyaan tersebut.

SEBELUM KEHIDUPAN DUNIA
KEHIDUPAN DUNIA
SESUDAH KEHIDUPAN DUNIA


MANUSIA?

KEHIDUPAN?

ALAM SMESTA?












Kapitalisme
Disklaimer: 1) Catatan ini adalah bahan pengantar diskusi. Ia tidak bermaksud ilmiah, dan karenanya
tidak didasari oleh riset mendalam dan metodologi teruji. Ia tak lebih dari sebuah upaya mengumpulkan
berbagai sudut pandang dan lalu mencari benang merahnya. Untuk informasi yang lebih dapat diandalkan,
silakan mengacu kepada catatan-catatan kaki. 2) Catatan ini tidak bisa menghindari domain sosial dan
politik; karenanya akan lebih bagus jika kawan-kawan melakukan cross-check dengan ahli sosial dan
politik. 3) Akan sangat bermanfaat jika bertitik tolak dengan framework ini, kita bisa bersama-sama
mendiskusikan di mana kira-kira kita tempatkan Islam, minimal ekonomi Islam dalam konstelasi
pemikiran-pemikiran di bawah.
Etimologi kapital(isme)
Kapital berasal dari kata Latin caput yang berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas,
misalnya dalam istilah “pendapatan per kapita” – pendapatan per kepala. Juga masih
konsisten, ketika dipakai untuk, misalnya capital city – kota utama. Apa hubungannya
dengan “capital” yang lain – yang sering kita terjemahkan sebagai “modal”? Konon
kekayaan penduduk Romawi kuno diukur oleh berapa kepala hewan ternak yang ia
miliki.1 Semakin banyak caput-nya, semakin sejahtera. Tidak mengherankan, jika
kemudian mereka “mengumpulkan” sebanyak-banyaknya caput. Sekarang jelas sudah,
mengapa kita menterjemahkan capital sebagai “modal”.
Lantas, kita tahu bahwa ism mengacu kepada “paham”, “ideologi”: cara pandang atau
cara hidup yang diterima oleh sekelompok luas masyarakat dan karenanya menjadi
konvensi. Sebenarnya mudah saja mengartikan “kapitalisme”, setelah kita setuju bahwa
“kapital” adalah “modal”. Kapitalisme adalah modal-isme: paham yang berdasarkan
modal. Beberapa sumber sering mengatakan bahwa kapitalisme sebagai ideologi harus
dibedakan dengan kapitalisme sebagai fenomena. Yang pertama mengacu kepada
kepemilikan pribadi atas barang modal dan yang kedua lebih kepada kerangka filosofis
yang mendukung sistem tersebut. Menurut saya, dikotomi ini tidak jelas. Dan,
sebagaimana yang kita bicarakan di bawah, kapitalisme sebagai ideologi dan sebagai
fenomena sukar dipisahkan.
Posisi kapitalisme (awas: ini sekedar sugesti).2
Negara Individu
Sosialisme
Komunisme
Merkantilisme
Fasisme
Libertarianisme
Konservatisme
Objektivisme
Kapitalisme
Otoritarian/Fasisme
Mao, Castro,
Lenin, Stalin,
Arafat, Marx
Machiavelli,
Hitler, Mussolini
Hobbes
Sosialisme,
Komunisme,
Kiri
Gandhi, Mandela,
Dalai Lama,
Galbraith 3
Mises, Hayek,
Rand, Friedman
Kapitalisme,
Kanan
Libertarianisme
G
Populis
Konservatif
Liberal
Libertarian
Istilah “kiri” dan “kanan” sendiri sering membingungkan. Pada awalnya, kira-kira jaman
revolusi Perancis, “kiri” berarti mereka yang memperjuangkan kepentingan kapitalis atau
borjuis di dalam parlemen Perancis. Sekarang, “kiri” justru berarti “sosialis” sementara
“kanan” adalah “kapitalis”. Ini pun tidak jelas batasannya. Kerancuan ini diperparah oleh
media massa. Di Indonesia sendiri, kita mengasosiasikan paham “komunisme” sebagai
“kiri”, tapi tidak punya “kanan” – kecuali bahwa sebagian mengasosiasikannya dengan
“agamis”, sesuatu yang kemudian banyak “ketidakcocokannya” dengan “kapitalisme”.
Untuk tujuan praktis, mungkin perlu juga mengetahui “trend” arti istilah-istilah itu
dewasa ini. Pada umumnya, KIRI berarti: egalitarian, demokratik, intervensionis, sekular,
pro-perubahan, pro kelas bawah, pro hak-hak kaum gay, pro aborsi, demam posmo, dan
antiglobalisasi. Sementara KANAN diasosiasikan dengan pasar bebas, anti aborsi, nonsekular,
liberti, anti penggunaan obat addiktif, pro kelas mapan, pro globalisasi, pro status
quo.

Diskursus kapitalisme (sekaligus “hubungannya” dengan sosialisme)
Ada sangat banyak definisi formal tentang kapitalisme. Salah satunya mengatakan bahwa
kapitalisme adalah sistem ekonomi dimana barang dan jasa diperjualbelikan di pasar dan
barang modal adalah milik entitas-entitas non-negara dari unit terkecil hingga global.
Milton Friedman, salah seorang proponen utama kapitalisme moderen , merumuskan 3
faktor utama sistem kapitalisme: pasar bebas, kebebasan individual, dan demokrasi.4
Marx meramalkan bahwa kapitalisme akan hancur melalui revolusi proletar. Revolusi ini
dipicu oleh frustrasi kelas pekerja akibat ekploitasi oleh kelas kapitalis. Mereka (para
pekerja) diperlakukan hanya sebagai komoditas (“commodoty fetishism”). Kapitalis
menghisap rente yang berasal dari selisih antara upah pekerja dengan harga jual barang
(“surplus value”). Hancurnya kapitalisme akan melahirkan masyarakat sosialis, dimana
kepentingan bersama selalu diletakkan di atas kepentingan pribadi, dan “from each
according to his ability to each according to his needs”.5 Tahap matang dari sosialisme
adalah komunisme, di mana masyarakat tidak lagi mengenal kelas. Hak pribadi lebur
menjadi hak komunal. Semua sama, dan pemerintah mengatur segalanya.6 Jadi,
sosialisme/komunisme, menurut Marx, adalah konsekuensi logis dari kapitalisme.
Ternyata, sampai saat ini diktum Marx tidak terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya:
kapitalisme semakin berkembang.
Ada satu faktor lain selain sosialisme dan kapitalisme yang selalu menyertai: demokrasi.
Triumvirat ini pertama kali dipopulerkan oleh Schumpeter.7 Sama dengan Marx,
Schumpeter juga meramalkan keberhasilan sosialisme dan kejatuhan kapitalisme. Lebih
jauh, Schumpeter berargumen bahwa demokrasi bisa tumbuh lebih subur dalam
masyarakat sosialisme ketimbang masyarakat kapitalisme. Sekalipun begitu, Schumpeter
mengatakan bahwa kapitalisme dan demokrasi mempunyai hubungan mutual. Kejatuhan
kapitalisme lebih merupakan proses alami (“creative destruction”) menuju sosialisme, di
mana kemudian demokrasi lebih berkembang lagi. Ketika Schumpeter menulis buku itu,
kondisi ekonomi-politik di negara komunis, seperti Uni Soviet sedang jelek-jeleknya dan
sungguh jauh dari demokrasi. Tapi Schumpeter mengatakan bahwa kondisi Uni Soviet
tidak boleh dijadikan patokan akan masa depan sosialisme, karena banyak hal yang
dilakukan para czar Rusia di Uni Soviet tidak konsisten dengan prinsip-prinsip sosialisme
dan komunisme. Juga, seperti ramalan Marx, tesis Schumpeter belum terbukti.8 Yang
terjadi – paling tidak seperti yang diklaim oleh banyak penganut kapitalisme – demokrasi
justru identik dengan kapitalisme.
“Identik” tentu bukan istilah yang memuaskan. Sepintas lalu, kita paham bahwa
kapitalisme tidak sama dengan demokrasi. “Identik” di sini seharusnya bukan tanda sama
dengan, tapi harus dijelaskan hubungan sebab-akibatnya. Robert Dahl menjadikan tema
ini sebagai fokus dalam bukunya, “Democracy and Its Critics” (1989). Manurut Dahl,
kapitalisme adalah syarat perlu (necessary condition) dari demokrasi, sekalipun bukan
syarat cukup (sufficent condition).9 Hal yang sama dikatakan oleh Peter Berger dalam
“Capitalist Revolution” (1986).10
Seperti disebutkan di atas, salah satu ciri utama kapitalisme adalah kebebasan individual.
Oleh Friedman kebebasan ini dijabarkan menjadi “kebebasan ekonomi” dan “kebebasan
politik”. Menurutnya, kebebasan ekonomi adalah syarat mutlak kebebasan politik.
Argumen Friedman ini sejalan dengan pendapat ekonom-ekonom Austria seperti von
Mises, Hayek, dan Simons. Akan tetapi, ia berbeda dengan pendapat ekonom klasik
Jeremy Bentham. Menurut Bentham, kausalitasnya justru sebaliknya: kebebasan politik
adalah syarat menuju kebebasan ekonomi. Menurut Friedman dan mazhab Austria, jika
kausalitas itu berjalan a la Bentham, produknya adalah kolektivisme. Ketika kebebasan
politik tercapai, pemerintah berusaha “mengatur” sistem ekonomi agar dapat mencapai
kebebasan ekonomi. Namun, menurut mereka, ini adalah kontradiksi, karena ia akan
menjurus kepada pemusatan kekuatan, secara sadar ataupun tidak. Akhirnya, yang terjadi
adalah ekploitasi, dan lantas menuju, apa yang disebut Hayek sebagai “road to serfdom”:
jalan (kembali) ke penindasan.11 Untuk mendukung argumennya, Friedman menyebutkan
contoh di mana sistem ekonomi kapitalis berkembang dalam sistem pemerintahan yang
non-demoratis: fasis Italia, Spanyol, Jerman, Jepang, dan Rusia sebelum PD II. Lebih
tegas lagi, Friedman mengatakan, hanya ada dua pilihan dalam mengorganisir aktivitas
ekonomi: sistem totaliter yang koersif atau sistem pasar yang sukarela. Yang terakhir ini
dicirikan oleh “private enterprises” dan “strictly voluntary exchanges”.12
“Sayang”-nya, banyak ekonom yang menyalahartikan kalimat Friedman di atas.
Beberapa ekonom pasar radikal kanan bahkan mengharamkan sama sekali peran negara
dalam perekonomian.13 Padalah, Friedman telah menyatakan bahwa eksistensi pasar
bebas bukan berarti peran pemerintah sama sekali ditiadakan. Pemerintah tetap
dibutuhkan, namun dalam wilayah yang sangat dibatasi. Menurut Friedman, pemerintah
diperlukan untuk menetapkan “rules of the game” dan untuk menjamin pelaksanaan
aturan-aturan tersebut. Pasar yang efisien dengan sendirinya akan mengurangi peranperan
pemerintah yang tidak perlu.


1 Etimologi lengkap dengan folklor macam begini, kalau tertarik, sila dicari di setiap ensiklopedi. Yang
klasik, mungkin, Encyclopaedia Britannica. Favorit saya sekarang adalah Wikipedia. Dan tentu jangan
lupa: Google!
2 Tentang spektrum politik, sosial, dan ekonomi, silakan mengacu ke buku-buku teks tentang sejarah
paham-paham. Untuk potong kompas dan sekedar tahu, silakan di-Google dengan kata kunci “political
compass”, atau “Nolan chart”, atau yang lebih kompleks lagi: “Vosem chart”.
3 Kita bisa masukkan di quadran ini beberapa contoh sekarang: Zinn, Franken, Stiglitz, Moore, Klein,
Chomsky, Nader, Palast, Ali, dan Krugman.
Kebebasan sosial politik
Kebebasan
ekonomi
4 Friedman, “Capitalism and Freedom”, 1965.
5 Konstitusi USSR, asalnya dari Marx (“Communist Manifesto”, 1848).
6 Untuk prinsip-prinsip komunisme dan sosialisme, baca buku-buku Marx. Yang paling populer adalah Das
Kapital (1867). Salah satu bagiannya adalah “theory of surplus value”. Tentang “commodity fetishism”,
lihat Marx, “Economic and Philosophical Manuscript” (1844). Yang lebih sarat ideologi komunis adalah
“Communist Manifesto” (1848) yang ditulis Marx bersama Engels.
7 Joseph Schumpeter, “Capitalism, Socialism, and Democracy”, 1942.
8 Lihat mis. Gabriel Almond, “Capitalism and Democracy” dalam jurnal PS: Political Science and
Democracy, 1991. Almond dengan sengaja meniru judul Schumpeter, tetapi tanpa “socialism”.
9 Paralelnya, menurut Dahl, sistem perencanaan terpusat adalah “syarat perlu” rejim otoriter, tapi bukan
“syarat cukup”-nya.
10 Berger mengatakan, dalam sistem kapitalis, jika kontrol dari negara terhadap perekonomian besar,
demokrasi tidak akan berhasil. Sebaliknya, dalam sistem sosialis, jika pasar dibiarkan bebas, demokrasi
akan tumbuh. Lihat diskusi di Almond, op cit.
11 Friedrich A. Hayek, “The Road to Serfdom”, 1944.
12 Friedman, op cit.
13 Kelompok ini salah satunya dikenal sebagai “anarcho-liberal”. Salah satu tokohnya (atau sumber yang
suka mereka pakai) adalah David Friedman, anak Milton Friedman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar